Tuesday, November 29, 2016

kasus korupsi Dahlan Iskan

Jakarta - Resmi menjadi tersangka kasus korupsi, Dahlan Iskan langsung ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim). Penanahan tersebut dilakukan usai Dahlan resmi ditetapkan menjadi tersangka atas kasus penjualan aset milik BUMD PT Panca Wira Usaha di Jawa Timur. Dahlan menjadi Direktur Utama di BUMD tersebut di tahun 2000-2010.
"Saya tidak kaget sebagai penetapan tersangka ini dan kemudian juga ditahan. Karena seperti Anda tahu, saya diincar yang berkuasa," ucap Dahlan usai menjalani pemeriksaan di Kejati Jatim, Surabaya, Kamis (27/10/2016), seperti dilansir dari liputan6.com.
Dahlan Iskan memberikan keterangan pers usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (17/6/2015). Dahlan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan 16 mobil listrik di 3 perusahaan milik BUMN. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Dahlan mengaku tidak masalah berstatus tersangka, walaupun sudah mengabdi dengan setulus hati kepada negara. Dia juga menjelaskan kalau perusahaan daerah tersebut tidak begitu bagus selama 10 tahun
"Tanpa menerima fasilitas apapun harus menjadi tersangka yang bukan karena makan uang. Bukan karena menerima sogokan. Bukan karena menerima aliran dana, tapi karena harus tanda tangan dokumen yang disiapkan anak buah," ujar mantan Menteri BUMN di era Presiden SBY tersebut.
Terkait status tersangkanya itu, Dahlan menambahkan, akan dijelaskan lebih lanjut oleh penasihat hukumnya. Kemungkinan ia akan mengajukan praperadilan. Hari ini Dahlan Iskan sebenarnya masih diperiksa sebagai tersangka dan ternyata usai pemeriksaan langsung menjadi tersangka dan ditahan.
Sumber: http://www.bintang.com

Tuesday, November 22, 2016

JHONATHAN 10C


JHONATHAN 10C

"KASUS KORUPSI GULA IMPOR"

Sidang kasus kuota impor gula di Sumatera Barat di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (15/11/2016) mengungkap hubungan antara mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman, dengan Direktur Umum Perum Bulog, Djarot Kusumayakti.

Saat bersaksi untuk terdakwa pemilik CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan Memi, Djarot menyampaikan bahwa dirinya mengakui kewibawaan Irman saat dirinya dihubungi guna meminta CV Semesta Berjaya menjadi distributor gula impor di Sumatera Barat.

Anggota majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar dalam sidang itu menanyakan, "Apakah telepon dari saudara Irman Gusman membuat Anda dari yang tadinya tidak ingin berbuat menjadi berbuat atau sebaliknya dari yang tadinya berbuat jadi tidak ingin berbuat?"

"Kalau ini yang dimaksudkan ya karena beliau [Irman Gusman] seorang yang terhormat dan punya konstituen di daerah [Sumatera Barat], saya harus segera melakukan [permintaan Irman] itu dibanding kalau saya mendapat telepon dari orang yang tidak berasal dari Sumbar dan kewibawaannya tidak seperti beliau," jawab Djarot Kusumayakti seperti dikabarkan Antara.Pada kasus kuota impor gula, Irman Gusman diduga menerima suap sebesar Rp100 dari Xaveriandy Sutanto dan Memi agar CV Semesta Berjaya mendapat jatah alokasi pembelian gula yang diimpor Perum Bulog untuk disalurkan di provinsi Sumbar dengan memanfaatkan pengaruh Irman.

CV Semesta Berjaya sendiri sebenarnya sudah mengajukan PO untuk membeli gula dari Bulog sebesar 3000 ton sejak 30 Juni 2016. Namun saat itu Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumbar belum merespons. Oleh karena itu Memi menghubungi Irman yang merupakan temannya sejak 21 Juli 2016 silam. Irman kemudian menelepon Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti. Untuk menindaklanjuti permintaan Irman itu, Djarot memerintahkan Benhur Ngkaimi selaku Kepala Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumbar untuk mengurus pembelian CV Semesta sampai mendapatkan gula impor 1.000 ton dari gudang Bulog di DKI Jakarta.

Terkait hal itu hakim Jhon Halasan Butarbutar menanyakan, "Kan kewenangan 1.000 di Divre, kenapa harus Anda langsung? itu kan kewenangan Benhur selaku Kepala Divre Sumbar, kenapa Anda harus campur tangan?"

"Ini kontrol saya ke pekerjaan anak-anak, di dalam kondisi yang berbeda sering di bawah tidak sesuai dengan kenyataan yang ada," jawab Djarot.

"Jadi melakukan itu karena pengaruh atau tekanan Irman?" tanya hakim Jhon.

"Bukan tapi lebih karena keinginan saya agar gula di daerah segera turun harganya," jawab Djarot.

"Apa yang ditangkap dari pembicaraan dengan Irman? Apa meminta bantuan?" tanya hakim.

"Detilnya yang saya tangkap informasi tentang harga gula di Sumbar yang mahal, kedua info pengusaha gula di Sumbar yang namanya, Mei lalu akhirnya saya telepon bu Meme untuk memastikan siapa bu Meme, apa benar kawan Pak Irman Gusman atau bukan, apa benar pengusaha," jawab Djarot.

Dalam pembicaraan dengan Meme tersebut, Djarot pun mendapat konfirmasi bahwa Memi yang juga dipanggil Meme itu berasal dari satu kota dengan Irman di Padang dan merupakan distributor bahan pokok.

"Yang saya dapat Bu Meme memang sudah mengajukan permohonan menjadi mitra industri gula kemudian saya dapat info Bu Meme pengusaha besar bahan pokok untuk ukuran Sumbar," ungkap Djarot.

Namun persoalannya, CV Semesta Berjaya hanya mendapatkan 1.000 ton gula dari permintaan 3.000 ton gula yang diajukan, padahal untuk mendapatkan 1.000 ton gula tidak memerlukan tindakan dari Dirut Bulog dan hanya butuh dari Kepala Divre Bulog Sumbar.

"Untuk pembelian sampai 1.000 ton kewenangan di Divre, di atas 1.000 kewenangan di direktur komersial Bulog, dan ini diajukan 1.000 maka antar Divre kalau dari situ saya lihat Divre Padang tanggal 26 Juli mengajukan ke Divre DKI Jakarta kemudian belum bisa terkirim karena 26 Juli melalui Divre Padang melampirkan bukti transfer ke Divre Padang," jelas Djarot.

"Berapa yang dibayarkan Meme?" tanya hakim.

"Saya tidak hapal tapi ekuivalen untuk 1.000 ton gula kristal refinasi," jawab Djarot.

"Kenapa yang dikabulkan 1000 ton?" tanya hakim.

"Sepenuhnya kewenangan Divre karena saya sebagai Dirut mungkin benar kebutuhan average gula di Sumbar 3.000 ton per bulan jadi pengajuan 1.000 ton masih masuk akal tapi itu perhitungan di Divre," jawab Djarot.

Korupsi di indonesia

Abdullah Puteh (lahir di Meunasah Arun, Aceh Timur, 4 Juli 1948; umur 68 tahun) adalah mantan gubernur Aceh.

Ia pada tanggal 7 Desember 2004 dijebloskan ke Rutan Salemba, Jakarta karena dituduh melakukan korupsi dalam pembelian 2 buahhelikopter PLC Rostov jenis MI-2 senilai Rp12,5 miliar.

Pada 11 April 2005, Puteh divonis hukuman penjara 10 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat vonis hakim dibacakan, Puteh berada di rumah sakit karena baru selesai dioperasi prostatnya. Segera setelah putusan tersebut dikeluarkan, Departemen Dalam Negeri memberhentikan Puteh sebagaiGubernur. Sebelumnya Puteh hanya dinonaktifkan.

Pada tanggal 18 November 2009, Puteh secara resmi bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Saturday, November 19, 2016

Simulator SIM, Libatkan Dua Jenderal Polisi

Pada tahun 2011, KPK melakukan penyidikan kasus atas dugaan korupsi pengadaan alat simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korlantas Polri.

Nama Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri  Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, ikut dibawa kedalam kasus proyek berjumlah Rp 198milliar tersebut.

Jendral Djoko Susilo, Brigjen Didik Purnomo, Direktur PT CMMA Budi Susanto, dan juga Direktur PT Inovasi Teknology Indonesia, Sukotjo Bambang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Menurut perhitungan BPK, perbuatan tsb mengakibatkan kerugian sebesar Rp 121,3milliar. Jendral bintang 2 yang juga Gubernur Akademi Kepolisian itu, Djoko Susilo, diduga melakukan tindak pidana pencucian uang. Pelanggaran tersebut diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mentuhkan vonis pada September 2013. Hukuman yang ditetapkan adalah vonis selama 10 tahun dan denda Rp. 500juta bagi Jendral Djoko.

Djoko mengajukan permohonan peringanan atas vonis yang di dapatkannya. Akan tetapi Pengadilan Tinggi Jakarta justri menambahkan hukuman Djoko hingga 18 tahun serta membayar uang pengganti sebesar Rp 32milliar dan sejumlah pindana tambahan antara lain: pencabutan hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik. Sementara itu, tersangka lain Brigjen Didik Purnomo, juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Didik selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam protek tersebut terbukti menerima Rp 50juta dari pengusaha Budi Susanto untuk mengatur jalannya PT CMMA sebagai protek simulator.

Budi Susanto dijatuhkan vonis selama 8 tahun penjara dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp 17.1 milliar pada tahun 2014 silam.

Di tingkat Makhamah Agung, upaya meringankan beban vonis yang diajukan oleh Jaksa KPK justru mengakibatkan hukuman yang lebih berat yaitu 14 tahun penjara serta kewajiban membayar ganti rugo ke negara yang jumlahnya mencapai Rp. 88,4milliar.

Pada Mei 2012, Sukotjo Bambang divonis selama 3.5 tahun penjara dan sekitar Rp 38milliar untuk pengadaan simulatir kemudi di Korlantas Polri. Vonis tersebut dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung.

Putusan tingkat pertama ini lalu diperberat menjadi 3 tahun dan 10 bulan oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Atas dua putusan tersebut, Bambang melakukan kasasi ke Mahkamah Agung per 8 Agustus 2012, namun ditolak.


Friday, November 18, 2016

Bekas Bupati Korupsi Rp 270 Miliar, Dihukum 1,5 Tahun Bui

Didakwa terlibat kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) di Kabupaten Bengkalis senilai Rp 270 miliar dan turut merugikan negara sebanyak Rp 31 miliar, mantan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh lepas dari 8 tahun penjara.

Dalam vonis di Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada Selasa sore, 11 Oktober 2016, politikus PAN itu hanya divonis selama 1 tahun dan 6 bulan penjara oleh majelis hakim yang diketuai Dr Marsudin Nainggolan.

Dalam pertimbangan vonis, Marsudin menyebut Herliyan bukan aktor utama, melainkan merupakan pihak yang turut serta menyebabkan kerugian negara dalam menggunakan anggaran daerah.

Menurut hakim, yang menjadi aktor utama dalam menyetujui penyaluran Bansos pada 2012 adalah mantan Ketua DPRD Bengkalis, Jamal Abdillan, beserta para legislator kala itu yang sudah divonis bersalah.

"Bukan master mind, melainkan sebagai pelaku peserta. Pidana tidak boleh melebihi pidana Jamal Abdilah dan kawan-kawan, selaku aktor utama. Dan terdakwa tidak menikmati (uang korupsi)," ujar Marsudin.

Marsudin menambahkan, Herliyan patut diminta pertanggungjawabannya dalam kasus ini terkait jabatannya sebagai Bupati Bengkalis saat itu.

Selain vonis penjara, Marsudin juga mewajibkan Herliyan membayar denda sejumlah Rp 200 juta. Jika tidak dibayar, mantan Ketua DPW PAN Riau itu wajib menjalani hukuman penjara tambahan selama 2 bulan.

Atas vonis ini, baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum dari Kejari Bengkalis masih berpikir-pikir selama tujuhhari untuk menyatakan sikap.


Sebelumnya dalam kasus ini, aktor utama (Jamal Abdillah) divonis 8 tahun penjara. Sementara empat legislator lainnya, Tarmizi, Hidayat Tagor dan Rismayeni divonis berat juga atau melebihi Herliyan.

Dalam perkara ini, masih terdapat satu tersangka yang belum menjalani persidangan. Ia adalah Ketua DPRD Bengkalis saat ini, Heru Wahyudi. Berkasnya masih berada di penyidik Polda Riau dan belum dilimpahkan ke pengadilan.

Thursday, November 17, 2016

Kasus Korupsi Gayus Tambunan



Nama/Tersangka : Gayus Halomoan Partahanan Tambunan( Gayus Tambunan )

Lahir : Jakarta,9 Mei 1979

Umur : 37 Tahun

Pekerjaan : Mantan pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan     Indonesia

Kasus : Namanya menjadi terkenal ketika Komjen Susno Duadji menyebutkan bahwa Gayus mempunyai uang Rp 25 miliar di rekeningnya dan uang asing senilai 60 miliar dan perhiasan senilai 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya dan itu semua dicurigai sebagai harta haram. Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Kasus Gayus mencoreng reformasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang sudah digulirkan Sri Mulyani dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia.

Tuesday, November 15, 2016


PENYELIDIKAN KASUS BUPATI SABU RAIJUA 
KPK telah memeriksa 11 saksi terkait kasus korupsi dana pendidikan yang menyeret Bupati sabu Raijua , Marthen Dira Tome sebagai tersangka. Pemeriksaan itu berlangsung di Mapolda NTT.
Pemeriksaan  KPK itu dipimpin Pak Hendrik .  Dira Tome bersama tim kuasa hukum berjumlah 11 orang mendatangi Mapolda NTT dan mencari  penyidik KPK yang memeriksa para saksi kasus tersebut. Tujuannya mempertanyakan statusnya kliennya sebagai tersangka.
Marthen dan tim kuasa hukum menilai status tersangka itu telah dicabut berdasarkan hasil putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangkan dirinya. Marthen ingin berdialog dengan tim penyidik KPK. Namun permintaan itu ditolak , yang membuatnya  nyaris emosi. Namun begitu, ia dan tim kuasa hukumnya pun meninggalkan Mapolda NTT.
 Marthen menilai KPK telah bertindak tidak benar. Lembaga antikorupsi itu telah mempertontonkan kepada publik proses hukum yang tidak mendidik. 
“Dalam perkara ini, saya minta kepada para saksi agar menolak untuk memberikan keterangan kepada KPK. Karena pemanggilannya bersifat sangat memaksa," ujar Dira Tome.
Ketua tim kuasa hukum, Jhon Rihi mengatakan, pihaknya ingin meminta penjelasan terkait penetapan status tersangka kepada penyidik KPK, namun ditolak. Karena itu, pihaknya menilai ada sesuatu yang patut dicurigai.
,KPK sempat melakukan pemanggilan terhadap saksi pada 18 Oktober lalu, namun hingga 31 Oktober belum ada pemeriksaan apapun. Artinya, KPK telah menetapkan tersangka terhadap Marthen setelah itu baru dilakukan pemeriksaan saksi.
KPK dianggap tidak menghargai putusan praperadilan yang telah dimenangkan Marthen Dira Tome  sehingga pihaknya mengambil langkah bertemu Komisioner KPK dan bersurat kepada DPR RI serta Presiden.
 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marthen Dira Tome. Marthen sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka untuk kali dua terkait kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) tahun 2007 di NTT.
‎"Tersangka ditangkap di Tamansari, Jakarta Barat," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK ,Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Senin (14/11/2016) malam.Marthen langsung diboyong ke Kantor KPK . 
Dulu , marthen telah dianggap sebagai tersangka november 2014 . Dan ia pun mengajukan praperadila yang dimenangkan pada Mei 2016 lalu . Tetapi , ia  kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dana PLS senilai Rp 77 miliar tahun 2007 tersebut.
 Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap Bupati Sabu Raiju, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marthen Dira Tome. Marthen ditangkap saat makan malam di salah satu restoran di Jayakarta Tower, Tamansari, Jakarta Barat, Senin malam sekitar pukul 10.22 WIB.
Bupati Sabu Raijua pun langsung dibawa ke Kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan . 


Monday, November 14, 2016

KASUS KORUPSI DJOKO SUSILO

Djoko dinyatakan terbukti merugikan keuangan negara senilai Rp 121 miliar dari proyek pengadaan alat simulator mengemudi kendaraan bermotor untuk ujian SIM pada tahun 2011. Selain pidana penjara, majelis hakim juga menghukum terdakwa membayar denda Rp 500 juta yang bisa diganti dengan kurungan selama enam bulan.

Djoko juga dinyatakan menerima uang sebesar Rp 30 miliar plus Rp 2 miliar dalam kesempatan lain dari Dirut PT CMMA Budi Susanto. Djoko juga dianggap terbukti melakukan pencucian uang terkait dengan harta yang dibeli atau diperoleh selama tahun 2003 sampai 2010 sebesar Rp 54,6 miliar dan 60 ribu dolar AS.

Jaksa juga menuntut Djoko membayar uang pengganti kerugian negara Rp 32 miliar dengan ketentuan dibayarkan satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

Vonis untuk Djoko jauh lebih ringan dari tuntutan JPU berupa pidana penjara selama 18 tahun dan denda Rp 1 miliar yang bisa diganti dengan kurungan selama satu tahun. Jaksa juga menuntut Djoko membayar uang pengganti kerugian negara Rp 32 miliar dengan ketentuan dibayarkan satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, hartanya disita dan jika tidak mencukupi, juga diganti dengan pidana penjara selama lima tahun.

Kasus korupsi yang dilakukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar telah menggurita. Akil pun diganjar hukuman seumur hidup karena menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan belasan sengketa pilkada di MK, serta tindak pidana pencucian uang.

Bahkan, menurut jurnalis senior Harian Kompas yang menulis buku "Akal Akal Akil", Budiman Tanuredjo, kasus korupsi Akil merupakan salah satu skandal terbesar sepanjang sejarah peradilan Indonesia. Belum pernah terjadi seorang hakim yang juga Ketua MK masuk penjara gara-gara terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan uang sampai ratusan miliar rupiah. Tertangkap tangan pula.

Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menyatakan, Akil terbukti menerima suap sebagaimana dakwaan pertama, yaitu terkait penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).

Hakim juga menyatakan bahwa Akil terbukti menerima suap sebagaimana dakwaan kedua, yaitu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp 10 miliar).

Akil juga terbukti dalam dakwaan ketiga, yaitu menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011, Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.

Sejumlah kepala daerah dan juga pihak swasta turut terseret dalam pusaran kasus Akil. Sebut saja, Gubernur Banten Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Keduanya terbukti menyuap Akil terkait sengketa Pilkada Lebak. Kini keduanya telah divonis penjara, empat tahun untuk Atut dan lima tahun untuk Wawan.

Berikut kasus sengketa Pilkada di MK yang dijadikan "proyek" oleh Akil, yang tengah disidik KPK mau pun yang masih "hangat" di pengadilan Tipikor:
1. Sengketa Pilkada Lebak

Jatuhnya vonis terhadap Gubernur Banten Atut Chosiyah dan Adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan tidak lantas membuat kasus sengketa Pilkada Lebak di MK ditutup. KPK mengembangkan penyidikan terhadap kasus ini sehingga menyeret mantan kandidat Pilkada Lebak 2013, yaitu Amir Hamzah dan Kasmin sebagai tersangka.

Amir dan Kasmin diduga bersama-sama Atut dan Wawan menyuap Akil untuk memengaruhinya dalam memutus permohonan keberatan hasil Pilkada Lebak yang diajukan pasangan tersebut. Dalam Pilkada Lebak, Amir-Kasmin kalah suara dengan pesaingnya, pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi. Atas kekalahan itu, Amir mengajukan keberatan hasil Pilkada Lebak ke MK. Adapun Susi Tur Andayani merupakan kuasa hukum Amir-Kasmin.
2. Sengketa Pilkada Tapanuli Tengah

KPK menetapkan Gubernur Tapanuli Tengah Bonaran Situmeang sebagai tersangka pada 19 Agustus lalu. Dalam amar putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Akil terbukti menerima suap terkait dengan Pilkada Tapanuli Tengah sebesar Rp 1,8 miliar. Diduga, uang yang berasal dari Bonaran itu disetorkan ke rekening perusahaan istrinya, CV Ratu Samagat, dengan slip setoran ditulis "angkutan batu bara".

Pemberian uang diduga untuk mengamankan posisi Bonaran yang digugat di MK setelah dinyatakan menang oleh KPUD Tapanuli Tengah. Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah dimenangi oleh pasangan Raja Bonaran dan Sukran Jamilan Tanjung. Namun, keputusan KPUD tersebut digugat oleh pasangan lawan.

Selanjutnya, pada 22 Juni 2011, permohonan keberatan hasil Pilkada Tapanuli Tengah ditolak sehingga Bonaran dan Sukran tetap sah sebagai pasangan bupati dan wakil bupati terpilih. Meski demikian, Akil sebenarnya tidak termasuk dalam susunan hakim panel. Panel untuk sengketa pilkada saat itu adalah Achmad Sodiki (ketua), Harjono, dan Ahmad Fadlil Sumadi.
3. Sengketa Pilkada Palembang

Wali Kota non-aktif Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito, didakwa secara bersama-sama menyuap Akil sebesar Rp 14,145 miliar. Romi dan asangan kandidatnya, Harno Joyo, mengajukan gugatan terhadap hasil Pilkada Palembang dan meminta l Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang dibatalkan. Hasil Pilkada Palembang menyatakan bahwa pasangan Romi-Harno kalah suara dari pasangan Sarimuda-Nelly Rasdania dengan selisih 8 suara.

Dalam sidang putusan perkara sengketa Pilkada Palembang yang digelar 20 Mei 2013, majelis hakim yang diketuai Akil mengabulkan permohonan Romi untuk membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang. Putusan tersebut membatalkan unggulnya pasangan Sarimuda-Nelly Rasdania dan menyatakan Romi-Anwar memenangkan Pilkada Palembang.
Keterangan Tidak Benar dalam Sidang Akil

Selain kasus suap dan pencucian uang, orang-orang yang terlibat dalam pusaran korupsi sengketa Pilkada Akil juga berusaha menutupi kesalahan sejumlah pihak dengan memberi keterangan tidak benar dalam persidangan. Hal tersebut terjadi dalam kasus suap penanganan sengketa Pilkada Palembang. 

Selain menyuap Akil, Romi dan Masyito pun disebut memberi keterangan palsu dalan persidangan. Bahkan, orang dekat Akil bernama Muhtar Ependy dianggap memengaruhi saksi di persidangan dan mengarahkan saksi untuk memberi keterangan seperti yang diperintahkan.
1. Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito

Wali Kota nonaktif Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito, didakwa memberikan keterangan palsu dalam sidang Akil pada 27 Maret 2014, terkait perkara tindak pidana korupsi terkait sengketa Pilkada di MK dan tindak pencucian uang.

Orang dekat Akil yang bernama Muhtar Ependy berperan mengarahkan keterangan Romi dan Masyito selaku saksi untuk mengaburkan fakta di persidangan. Muhtar menyuruh keduanya untuk mengaku tidak mengenal Muhtar dan tak pernah menyerahkan sejumlah uang kepada Akil melalui Muhtar.

Padahal, keterangan saksi lainnya di sidang Akil dan sejumlah alat bukti memperkuat fakta persidangan bahwa Romi dan Masyito menyuap Akil melalui Muhtar.

Romi dan Masyito juga dipaksa mengaku tidak pernah memesan atribut pilkada di PT Promic Internasional milik Muhtar. Padahal, keduanya memesan atribut Pilkada di PT Promic Internasional dengan bukti tagihan kepada Romi serta barang bukti berupa produk yang dipesan Romi dan Masyito.
2. Pengusaha bernama Muhtar Ependy, teman dekat Akil

Muhtar Ependy, wirausahawan yang merupakan orang dekat Akil didakwa secara sengaja merintangi proses pemeriksaan di pengadilan terhadap saksi dalam perkara korupsi. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, Muhtar memengaruhi keterangan sejumlah saksi dalam persidangan Akil.

Dalam surat dakwaan, Muhtar disebut memengaruhi Romi dan Masyito, yang dihadirkan dalam sidang Akil. Muhtar meminta keduanya untuk bersaksi bahwa tidak mengenal Muhtar dan tidak pernah bersama-sama datang ke Bank Kalbar cabang Jakarta untuk menyerahkan sejumlah uang.

Muhtar juga memengaruhi supirnya yang bernama Srino agar tidak mengakui pernah mengantar Muhtar ke rumah Akil di kawasan Pancoran untuk menyerahkan sejumlah uang.

Padahal, berdasarkan keterangan saksi lainnya dari Bank Kalbar Cabang Jakarta yaitu Iwan Sutaryadi, Rika Fatmawati, dan Risna Hasrilianti, dinyatakan bahwa Srino pernah mengantar Muhtar ke bank tersebut untuk mengambil uang tunai senilai Rp 3 miliar dalam bentuk dollar Amerika untuk diantar ke rumah Akil.

Muhtar lantas menghubungi Iwan untuk mencabut seluruh keterangannya dalam berita acara pemeriksaan dan menggantinya dengan keterangan baru yang tidak benar. Muhtar pun meminta Iwan untuk menyampaikan kepada Rika dan Risna untuk melakukan hal yang sama. Sehingga pada saat bersaksi di sidang Akil pada 24 Maret 2014, Iwan, Rika, dan Risna kompak menjawab tidak ingat pernah melihat kedatangan Masyito ke Bank Kalbar Cabang Jakarta atau pun mengenali Masyito.